Pada
tahun 2002 ketika adik Leo akan menikah, Leonard Theosabrata yang kerap disapa
Leo pulang ke Indonesia. Setelah sampai di Indonesia, dia langsung mendirikan
usahanya sendiri, PT Accupunto. PT Accupunto memproduksi kursi akupuntur yang diproduksi
di Cengkareng, Jakarta Barat. Kursi ini terinspirasi dari sandal kesehatan yang
memiliki tonjolan-tonjolan. Kursi ini bertujuan untuk menunjang kesehatan dan
memperbaiki posisi tubuh yang salah saat duduk. Menurut Sales Marketing
Accupunto, Tresia kursi itu terlihat keras dan kaku, tetapi pada kenyataannya
sangat nyaman diduduki. Kursi Accupunto dapat menerima bobot sampai 150 kg dan
mengikuti postur tubuh. Kursi Accupunto terbuat dari bahan plastik Polyetilin
yang dirajut oleh tangan manusia dengan lateks. Kursi Accupunto juga tahan lama
karena kursi itu tidak dapat berkarat sehingga dapat ditempatkan di mana saja,
di luar maupun di dalam ruangan. Accupunto ini juga aman karena tidak memakai
bantuan listrik. Harganya berkisar dari Rp 1,5 juta sampai Rp 7 juta.
Leonard
didampingi ayahnya Yos S. Theosabrata sebagai senior product designer dan Michael Young, seorang product designer
yang telah berkarya selama 15 tahun di dunia internasional bekerjasama
mendirikan dan mengembangkan PT Accupunto.
Leonard
Theosabrata sedikit memiliki hak lebih sebagai pemilik perusahaan. Apa saja
yang dibutuhkan seorang Leo untuk dapat memajukan Accupunto? Leo sebagai global
manajemen dapat menunjang perkembangan Accupunto dari tahun yang lampau,
sekarang, dan masa depan atau malah mungkin menjatuhkan Accupunto itu sendiri.
Tetapi Leo sudah memiliki kriteria sebagai entrepreneur
yang sukses.
Leo
seorang yang mau bekerja keras, tidak pantang menyerah (self-nurturing). Hal itu tebukti dengan dibuatnya jalur distribusi sendiri karena jalur
distribusi yang ada mempersulit dirinya dalam menyebarkan produknya ke pasar.
Dia
tidak hanya talk only, tetapi action-oriented dan highly energetic. Leo selalu dengan optimis mengambil keputusan dan
tindakan cepat ketika mengetahui AS tengah menghadapi krisis. Leo langsung
mendirikan basis produksi dengan biaya produksi yang jauh lebih murah,
disamping banyak orang-orang pintar, yang mau kerja keras dan bisa low paid sehingga AS berhasil menjadi
basis produksi pertama Accupunto. Leo selalu berinisiatif (self-directed) mengambil bagian secara aktif dalam pameran-pameran
di kancah Internasional untuk memperkenalkan Accupunto di mancanegara. Setelah
Accupunto terkenaldi negara Eropa dan Amerika, Leo memulai untuk masuk ke
negaranya sendiri, Indonesia.
Leo
seorang wirausaha yang tidak mau bekerja untuk orang lain. Baginya, memulai
bisnis sendiri jauh lebih berharga. Karakter itu menunjukan bahwa dirinya
percaya akan apa yang ada pada dirinya sendiri dan berusaha mengeksplor secara
habis-habisan untuk dapat sukses di masa depan oleh karena dirinya sendiri.
Sehingga dia lebih memutuskan untuk membuat bisnisnya sendiri.
Sifatnya
yang sederhana dan tidak basa-basi terlihat dari produk yang dihasilkannya itu
yang unik, modern, minimalis dan membuatnya bertahan di pasar Internasional
sampai saat ini. Dimana Accupunto juga berkomitmen untuk menyediakan produk kualitas
terbaik kepada dunia internasional. Sebagai global manajemen, Leo juga
menekankan pada ‘gerakan hijau’. Leo bukan seorang manajemen yang secara
gamblang hanya mencari profit
maksimum saja. Leo merasa bahwa dirinya juga bertanggung jawab atas berbagai
hal yang mempengaruhi kelangsungan bisnisnya. Keberhasilan bisnisnya tidak
boleh terjadi atas penyalahgunaan alam.
Seorang
entrepreneur harus terbuka terhadap dunia
bisnis. Dan itulah yang dimiliki Leo. Leo mengakui bahwa untuk menjadi merek
global, Accupunto harus kehilangan sedikit citra Indonesia, tetapi bukan
berarti tidak Indonesia lagi. Hal itu kembali menegaskan bahwa dirinyalah yang
membuat Accupunto lebih dikenal oleh negara luar dibandingkan negara Indonesia
sendiri.
Perkembangan
bisnis Accupunto yang dirintis oleh Leonard Theosabrata itu berawal dari
berbagai kesulitan. Kesulitan dan tantangan yang datang silih berganti berubah
menjadi fondasi yang kuat, yang tak terkalahkan bagi Accupunto saat ini yang
tengah mengalami puncak kejayaannya. Accupunto mengalami tantangan dalam jalur
distribusi, strategi bisnis untuk ekspansi produk, produk itu sendiri,
persaingan yang ketat di global bisnis, dan respon dari masyarakat global itu
sendiri.
Awalnya
Accupunto sebagai merek produk baru agak sulit diterima masyarakat global. Di
era globalisasi, masyarakat semakin kritis terhadap produk-produk pasar.
Masyarakat tidak mudah untuk beralih ke brand
lain yang belum dikenal dan belum terkenal, disamping mereka memiliki produk
unggulan mereka masing-masing. Hal itu membuat brand Accupunto ini kesulitan
untuk masuk ke jalur distribusi yang sudah ada. Di negara Indonesia sendiri
sebagai negara kelahiran Leonard Theosabrata memang memiliki ‘aturan’ sendiri
dimana produk yang ingin dipasarkan dalam negeri harus memiliki pengakuan dari
negara luar dahulu. Dengan situasi itu, Leo tidak putus harapan. Leo kemudian
membuat jalur distribusi sendiri. Sebenarnya, ‘aturan’ itu merugikan bagi
Indonesia sendiri. Karena hal itu berarti negara luar (khususnya negara-negara
Eropa) lebih mudah menerima perkembangan dunia dan karya-karya baru dan segar.
Hal itu juga berarti negara kita sendiri membatasi dan menghambat kreatifitas
dan karya anak bangsa serta menghambat pertumbuhan negara Indonesia untuk dapat
sampai ke kancah Internasional.
Di
tengah ketatnya persaingan di pasar global, Accupunto berusaha untuk terus melakukan
ekspansi dengan berbagai macam strategi bisnisnya. Tetapi ekspansi yang
dilakukan tidak selamanya berjalan mulus. Ada batu-batu yang menghalangi jalan
yang ditempuh Accupunto.
Pada
mulanya, Accupunto menjalankan strategi penjualannya melalui ekspor. Pengiriman
produk (via pelayaran dan logistik) tidak didistribusikan secara benar. Dalam
merepresentasikan produk juga berjalan tidak baik, karena produk Accupunto
berada pada posisi belakang dari produk lainnya. Hal itu menjadi masalah bagi
brand Accupunto.
Oleh
karena itu, Accupunto memutuskan untuk wholesale
ketika menjual ke negara tujuan, bukan secara Free On Board lagi. Pola FOB berarti produsen yang harus membayar
biaya pengiriman produk untuk sampai ke tangan konsumen. Hal itu berarti,
Accupunto hanya memiliki 10-15% keuntungan dari penjualan. Hal itu secara
otomatis akan menghambat proses ekspansi Accupunto. Ekspansi Accupunto tidak
akan terhambat bila produsen menetapkan price
jauh melebihi cost (dalam hal ini
Accupunto tidak melakukan itu karena tujuan Accupunto melakukan ekspansi adalah
untuk memperluas market share, bukan
untuk taking high profit). Sehingga
Accupunto hanya mengatasinya dengan mengubah strategi bisnisnya dengan wholesale, menjual langsung ke konsumen
tanpa perantara dalam partai besar sehingga menghemat biaya pengiriman barang
seperti yang sebelumnya. Harga wholesale
yang ditawarkan kepada konsumen jauh lebih murah dan produk akan dikirimkan
dalam waktu satu hari sesudah pemesanan. Hal itu lebih memudahkan konsumen
untuk membeli produk Accupunto, sehingga tidak ada alasan apapun yang membuat
konsumen untuk tidak membeli produk Accupunto.
Ekspansi
bisnis Accupunto membuat Leo harus terus mempelajari perilaku konsumen dari
berbagai negara. Salah satunya negara yang dia amati adalah China. Negara China
adalah negara gudangnya barang murah. Leo mensiasati hal itu dengan tetap
memberikan harga yang premium kepada konsumen di China. Barang murah sudah
menjadi ‘biasa’ di China, maka barang yang harganya premium lebih laku terjual.
Hal itu terbukti dengan penjualan produk Accupunto yang cepat di China.
Sehingga kota Shanghai menjadi basis regional Accupunto di China disamping
negara lainnya seperti Indonesia, AS. Thailand adalah negara berikutnya.
Dalam
ekspansi yang menjangkau konsumen pada jalur yang tidak tradisional, Accupunto
memfasilitasi transaksi secara e-commerce,
transaksi pemesanan, pembelian dan penjualan yang dilakukan melalui internet.
Melalui jalur tradisional, konsumen diberikan banyak kemudahan. Konsumen dapat
pergi ke agen-agen (yang menjadi ‘perpanjangan tangan’ dari Accupunto), showroom/ruang pajang (yang memajang
produk dan dapat dilakukan pemesanan pembelian), dan subsidiary sister company/anak perusahaan (yang menjual produk yang
sama dengan perusahaan induk. Saat ini baru ada di Prancis (www.accupunto.fr),
sebagai basis produksi di kawasan Eropa.
Dalam
mengembangkan jejaring bisnisnya, Accupunto menetapkan beberapa kebjakan.
Kebijakan untuk menjual produk furniture lainnya di dalam showroom-nya. Sebelumnya hal itu menjadi perdebatan tersendiri dari
kalangan perusahaan. Tetapi menurut Leo, itu hal yang harus dilakukan guna
menekan biaya operasional perusahaan. Tetapi perusahaan lain yang ingin
bergabung harus membayar biaya keanggotaan trading
house itu, dan sebagai kompensasinya perusahaan furniture lainnya akan mendapatkan layanan pemasaran, pencitraan
dan standarisasi kualitas. Perusahaan perdagangan itu bersifat umum, sehingga
dipastikan produk-produknya tidak saling bersaing.
Accupunto
juga menurunkan harga untuk meraih pangsa pasar yang jauh lebih luas sebagai pricing objective-nya. Strategi ini
dilakukan bukan karena mau menjual murah, tetapi untuk menarik pelanggan baru
yang sebelumnya tidak mampu membeli produk Accupunto. Hal itu akan meningkatkan
pangsa pasar Accupunto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar